Bruguiera cylindrica (L.)

Nama setempat :

Burus, tanjang, tanjang putih, tanjang sukim, tanjang sukun, lengadai, bius,
lindur.

Deskripsi umum :

Pohon selalu hijau, berakar lutut dan akar papan yang melebar ke samping
di bagian pangkal pohon, ketinggian pohon kadang-kadang mencapai 23 meter.
Kulit kayu abu-abu, relatif halus dan memiliki sejumlah lentisel kecil.
Daun : Permukaan atas daun hijau cerah bagian bawahnya hijau agak kekuningan. Unit
& Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elips. Ujung: agak meruncing.
Ukuran: 7-17 x 2-8 cm.

Bunga :

Bunga mengelompok, muncul di ujung tandan (panjang tandan: 1-2 cm). Sisi
luar bunga bagian bawah biasanya memiliki rambut putih. Letak: di ujung
atau ketiak tangkai/tandan bunga. Formasi: di ujung atau ketiak tangkai/tandan
bunga. Daun Mahkota: putih, lalu menjadi coklat ketika umur bertambah, 3-
4 mm. Kelopak Bunga: 8; hijau kekuningan, bawahnya seperti tabung.


Buah :

Hipokotil (seringkali disalah artikan sebagai “buah”) berbentuk silindris
memanjang, sering juga berbentuk kurva. Warna hijau didekat pangkal buah
dan hijau keunguan di bagian ujung. Pangkal buah menempel pada kelopak
bunga. Ukuran: Hipokotil: panjang 8-15 cm dan diameter 5-10 mm.


Ekologi :

Tumbuh mengelompok dalam jumlah besar, biasanya pada tanah liat di belakang
zona Avicennia, atau di bagian tengah vegetasi mangrove kearah laut. Jenis
ini juga memiliki kemampuan untuk tumbuh pada tanah/substrat yang baru
terbentuk dan tidak cocok untuk jenis lainnya. Kemampuan tumbuhnya pada
tanah liat membuat pohon jenis ini sangat bergantung kepada akar nafas untuk
memperoleh pasokan oksigen yang cukup, dan oleh karena itu sangat responsif
terhadap penggenangan yang berkepanjangan. Memiliki buah yang ringan dan
mengapung sehinggga penyebarannya dapat dibantu oleh arus air, tapi
pertumbuhannya lambat. Perbungaan terjadi sepanjang tahun.


 Penyebaran : Asia Tenggara dan Australia, seluruh Indonesia, termasuk Irian Jaya.

Kelimpahan : Umum.

Manfaat :

Untuk kayu bakar. Di beberapa daerah, akar muda dari embrionya dimakan
dengan gula dan kelapa. Para nelayan tidak menggunakan kayunya untuk
kepentingan penangkapan ikan karena kayu tersebut mengeluarkan bau yang
menyebabkan ikan tidak mau mendekat.