Busing, busung, mata buaya, tumu, bakau tampusing, tanjang,
lindur, ting,
tongke perampuan, ai bon, tancang sukun, mutut kecil, sarau.
Deskripsi umum :
Pohon yang selalu hijau dengan ketinggian
kadang-kadang mencapai 30 m.
Kulit kayu coklat muda-abu-abu, halus hingga kasar, memiliki
sejumlah lentisel
berukuran besar, dan pangkal batang yang membengkak. Akar
lutut, dan kadangkadang
akar papan.
Daun :
Daun agak tebal, berkulit, dan memiliki bercak hitam di
bagian bawah. Unit
& Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elips.
Ujung: meruncing. Ukuran:
8-16 x 3-6 cm.
Bunga :
Letak: Di ketiak daun. Formasi: soliter (1 bunga per
tandan). Daun makhota:
10-11; putih dan kecoklatan jika tua, panjang 15mm. Kadang
berambut halus
pada tepinya. Kelopak bunga: 10-12; warna kuning kehijauan
atau kemerahan
atau kecoklatan; panjang tabung 10-15 mm.
Buah :
Hipokotil menyempit di kedua ujung. Ukuran:
Hipokotil: panjang 6-12 cm
dan diameter 1,5 cm.
Ekologi :
Tumbuh di sepanjang jalur air dan tambak pantai, pada
berbagai tipe substrat
yang tidak sering tergenang. Biasanya tumbuh pada kondisi
yang lebih basah
dibanding B. gymnorrhiza. Kadang-kadang terdapat pada pantai
berpasir. Toleran
terhadap kondisi air asin, payau dan tawar. Perbungaan
terjadi sepanjang tahun.
Bunganya yang besar diserbuki oleh burung. Hipokotil
disebarkan melalui air.
Penyebaran : Dari India, Seluruh Asia Tenggara (termasuk
Indonesia) hingga Australia utara.
Kelimpahan : Umum.
Manfaat :
Untuk kayu bakar, tiang dan arang. Buahnya dilaporkan
digunakan untuk
mengobati penyakit herpes, akar serta daunnya digunakan
untuk mengatasi kulit
terbakar. Di Sulawesi buahnya dimakan setelah direndam dan
dididihkan.
Catatan :
Sama dengan B. exaristata dan B. gymnorrhiza, dan di masa
lalu seringkali
dikelirukan dengan kedua jenis tersebut. Identifikasi yang
terbaik adalah melalui
daun mahkota.